ketika kau jadi seonggok daging
bergantung di gancu pasar ramai itu
darah menetes satu-satu
sementara penjualnya
sambil mengoceh dan mengisap kretek
mengiris, memisahkan lemak dan limpa
dengan pisau tajamnya
ngerti kah kau luka?
seperti mata pensil
kau cuma bisa berputar membuat bulatan-bulatan
terperangkap pada jangka
yang menancap kuat di kertas putih
yang ingin kau gambari burung kenari?
luka juga kata-kata
yang berserakan dipermainkan angin
saat akan kay susun indah
berisi puja-puji bagi sang pacar
di senja yang merah
luka pun
azan subuh yang mengingatkanmu
saat memegang tangannya
terakhir kali
lalu kau tertidur dan mendapatinya telah pergi
ke batas di luar mimpi
kau tak bisa
menutupi luka dengan pasir
walau dari pantai tempatmu memadu janji
mengobati luka dengan hujan
yang kerap menidurkanmu di pangkuannya
melupakannya dengan malam
yang membawamu memeluknya di tepi ranjang
luka itu abadi
bagai berlian yang kau pakukan di hatinya
salalu di usap-usapnya
dipandang-pandangnya
sambil melirikmu berjuta cinta
dengan senyum manisnya
luka itu kekas
seperti rindu yang bengal
31 Maret 2009
No comments:
Post a Comment